Fi’il atau kata kerja dalam bahasa Arab memiliki spesifikasi yang berbeda dengan bahasa pada umumnya dalam hal struktur kalimat, jika dalam bahasa Indonesia terdapat bab “Kalimat Sempurna” dan “Kalimat Tak Sempurna” yang pembahasannya lebih umum.
yaitu “kalimat”, maka dalam bahasa arab ada yang demikian Putra Tam “Kata kerja sempurna” dan Fi’il Naqis “Less/Imperfect Verbs” dimana bahasannya lebih spesifik, yaitu hanya tentang kata kerja.
Pengertian Fi’il dapat dilihat pada postingan saya kali ini > Pengertian Fi’il (kata kerja) dan ciri-cirinya.
Pengertian Fi’il Tam
Putra Tam dengan cara secara harfiah berarti “kata kerja yang sempurna”, sedangkan di ketentuan fi’il tam adalah kata kerja yang membutuhkan pelaku (فَاعِلٌ) dan objek (مَفْعُوْلٌ). Untuk lebih jelasnya, lihat contoh gambar berikut:

contoh gambar diatas tentunya sangat jelas sekali putra (kata kerja) قَرَأَ “membaca” dalam kalimat ini tentunya kita membutuhkan aktor dan objek, karena jika kita menulis sendiri
“قَرَأَ مُحَمَدٌ“maka kalimat tersebut menjadi tidak lengkap karena objeknya tidak disebutkan dan dalam bahasa arab objeknya harus disebutkan maka menjadi:
“قَرَأَ مُحَمَدٌ الكِتَابَ”. Inilah arti sebenarnya dari fi’il tam (kata kerja yang sempurna) atau kata kerja yang membutuhkan pelaku (lakukan) dan objek (Permisi).
Definisi Fi’il Naqish
Fi’il Naqish dengan cara secara harfiah berarti “kata kerja yang kurang/tidak sempurna”, sedangkan di ketentuan fi’il naqish adalah kata kerja yang tidak membutuhkan fa’il (faktor) dan maf’ul (objek), tetapi membutuhkan aliran Dan dia berkata.
Jadi sebenarnya fi’il naqish ini biasa mubtada Dan hobarbaik nanti fi’il naqish ini adalah dalam rangka mubtada Dan hobarmaka istilah mubtada’ akan berubah menjadi aliransedangkan istilah hobar tetap sama, jadi pahamilah fi’il naqish Apakah itu putra menuntut aliran (yang awalnya mubtada) dan dia berkata.
Untuk apa fi’il naqish berlanjut mubtada Dan hobarsehingga putra itu merafa’kan mubtada‘karena disamakan dengan fa’il (penulis), dan menghukum dia berkata karena disamakan dengan
(obyek).
Lihatlah contoh di bawah ini sebelum dan sesudah input fi’il naqish: :

Contoh diatas sangat jelas yaitu sebelum input fi’il naqish, mubdate’ Dan hobar masih normal dengan khobar yang masih terbaca rofa’Dan mubtada selalu dipanggil mubtada’tapi nanti fi’il naqish masuk, kalau begitu mubtada‘berubah menjadi’aliranDan hobar Bacalah nasob.
Baca ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang rofa’ dan nashob: Pengertian I’rob dan pembagiannya.
Jadi kenapa putra ini disebut fi’il naqish atau “kurang fi’il”? jawabannya adalah karena kalimat yang sempurna tidak akan sempurna jika diucapkan sendiri fi’il naqish bersama aliran membaca rofa’tentu saja, tapi itu harus dikatakan hobar membaca nasob agar kalam menjadi sempurna, sehingga hobar membaca nasob karena ada fi’il naqish bukan itu fudlah (tambahan kata) tapi jadilah ‘umdah (kata utama/kata yang seharusnya).
Contoh:

Nah, dari contoh di atas, fi’il naqis yang hanya bersebelahan dengan ism menjadi kalimat yang tidak sempurna karena hilang hobarjadi oleh karena itu hobar membaca nasob menjadi ‘umdah (utama), ini juga mengapa disebut fi’il fi’il naqish karena tidak bisa menjadi kalimat sempurna jika hanya disertai dengan ismnya (fa’il/pelaku), berbeda dengan fi’il tam (kata kerja sempurna) yang selalu bisa dikatakan sempurna walaupun hanya terdiri dari fi . ‘il (tam) adalah fa’ilcontoh: قَامَ زَيْدٌ (Zaid berdiri), fi’il قَامَ pada kalimat di sebelahnya sudah bisa disebut verba sempurna karena sudah dipahami pembacanya, meskipun kalimat itu hanya terdiri dari fi’il (tam) dan fa’ilnya.
Fi’il-fi’il di bawah ini disertakan fi’il naqish, yaitu:
- (كاَنَ) yang artinya bentuk lampau, seperti (كاَنَ زَيْدٌ سَمِيْناً) “Zaid gemuk.”
- (ظَلَّ) yang berarti waktu, seperti (ظَلَّ زَيْدٌ جَالِساً) “Zaid duduk di siang hari.”
- (اَضْحَى) yang artinya waktu dluha, seperti (اَضْحَى زَيْدٌ قَارِءً) “pada waktu dluha zaid baca.”
- (بَاتَ) yang artinya malam, seperti (بَاتَ زَيْدٌ نَائِماً) “di malam hari Zaid mengantuk.”
- (اَصْبَحَ) yang artinya pagi, seperti (اَصْبَحَ زَيْدٌ نَشِيْطاً) “Ketika pagi Zaid menjadi rajin”
- (اَمْسَ) yang artinya waktu malam, seperti (اَمْسَى زَيْدٌ مُطاَلِعاً لِدُرُوسِهِ) “Pada sore hari Zaid mengulang pelajarannya.”
- (لَيْسَ) yang artinya menegasikan present tense, sehingga pengucapannya secara khusus menegasikan present tense, seperti (لَيْسَ زَيْدٌ قَائِماً) “Zaid tidak berdiri”. Kecuali jika qayyidi (diikuti) dengan sesuatu yang bermanfaat bagi masa lalu atau masa depan, maka lafalnya adalah untuk sesuatu yang qayyidi, seperti “Ali tidak bepergian kemarin atau besok.”
- (صَارَ) yang artinya tahawul atau menjadi, (صَارَ زَيْدٌ غَنِياًّ) “Zaid telah menjadi kaya.”
- (زَالَ) bahwa fi’il mudhori’ (يَزَالُ) tidak (يَزُولُ) atau (يَزِيْلُ) dan tidak memiliki masdar, artinya musnad terpaku pada musnad Ilahi, maka ketika kita mengatakan:
(ماَ زَالَ خَلِيْلٌ وَاقِفاً), maka artinya Khalil selalu menjaga tempatnya di masa lampau, terjemahan bebas “Kholil masih berdiri saat itu” - (فَتِيدَ) contoh (ماَ فَتِيدَ زَيْدٌ ضَاحِكاً).
- (اِنْفَكَّ) contoh (ماَ اِنْفَكَّ زَيْدٌ مُطاَلِعاً).
- (بَرِحَ) contoh (ماَ بَرِحَ زَيْدٌ كَتِناً).
Kesimpulan:
- Pengertian fi’il tam : verba yang membutuhkan pelaku (فَاعِلٌ) dan objek (مَفْعُوْلٌ), fi’il tam juga dapat diartikan sebagai verba sempurna meskipun hanya bersebelahan dengan fa misalnya: قَامَ زَيْدٌ (Zaid berdiri), maka fi’il tam tidak perlu Khobar untuk menjelaskan.
- Definisi fi’il naqish : kata kerja yang masuk mubtada dan khobar, nah setelah fi’il naqish masuk komposisi mubtada dan khobar, istilah mubtada’ akan berubah menjadi isim, sedangkan istilah khobar tetap sama, karena fi’ naqish masuk ke dalam mubtada dan khobar, sehingga fi’il membacakan mubtada’ karena disamakan dengan fa’il (pelaku), dan mengartikan khobar karena disamakan dengan maf’ul bih (objek).
- Mengapa fi’il ini disebut naqish fi’il atau “kurang fi’il”? jawabannya karena kalam sempurna tidak akan sempurna jika hanya ada fi’il naqish dengan isim yang dibaca rofa’ saja, tetapi harus disebutkan khobar yang dibaca nashob agar kalam menjadi sempurna, jadi khobar itu adalah dibaca nashob karena ada fi’il naqish bukan fudlah (kata tambahan) tetapi menjadi ‘umdah (kata utama/harus ada kata).
Sumber:
- Buku dursul lughoh al-Arobiyyah